- Defenisi dan Landasan Undang-undang
Bank di Indonesia terbagi menjadi dua,
yaitu bank syariah dan bank konvensional. Menurut UU RI No.7 Tahun 1992
Bab I pasal 1 ayat 1, “Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari
masyarakat dalam bentuk simpanan, dan menyalurkannya kepada masyarakat
dalam rangka meningkatkaan taraf hidup rakyat banyak”.
Perbankan adalah segala sesuatu yang
berkaitan dengan bank, mencakup kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara
dan proses dalam melaksanakan kegiatan usahanya. Perbankan Indonesia
dalam menjalankan fungsinya berasaskan demokrasi ekonomi dan menggunakan
prinsip kehati-hatian. Fungsi utama perbankan Indonesia adalah sebagai
penghimpun dan penyalur dana masyarakat serta bertujuan untuk menunjang
pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya, pertumbuhan ekonomi dan stabilitas
nasional, kearah peningkatan taraf hidup rakyat banyak.
Perbankan memiliki kedudukan yang
strategis, yakni sebagai penunjang kelancaran sistem pembayaran,
pelaksanaan kebijakan moneter dan pencapaian stabilitas sistem keuangan,
sehingga diperlukan perbankan yang sehat, transparan dan dapat
dipertanggungjawabkan.
- Definisi
Bank adalah badan usaha yang menghimpun
dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada
masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup orang banyak.
Ø Bank Konvensional adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya secara konvensional dan berdasarkan
jenisnya terdiri atas Bank Umum Konvensional dan Bank Perkreditan
Rakyat.
Ø Bank Syariah adalah Bank yang
menjalankan kegiatan usahanya berdasarkan Prinsip Syariah dan menurut
jenisnya terdiri atas Bank Umum Syariah dan Bank Pembiayaan Rakyat
Syariah.
Ø Prinsip Syariah adalah prinsip hukum
Islam dalam kegiatan perbankan berdasarkan fatwa yang dikeluar-kan oleh
lembaga yang memiliki kewenangan dalam penetapan fatwa di bidang
syariah.
- Undang – Undang
Undang-undang Perbankan Indonesia, yakni
Undang-undang No 7 Tahun 1992 tentang Perbankan sebagaimana telah
diubah dengan Undang-undang No. 10 Tahun 1998, membedakan bank
berdasarkan kegiatan usahanya menjadi dua, yaitu bank yang melaksanakan
kegiatan usaha secara konvensional dan bank yang melaksanakan kegiatan
usaha berdasarkan prinsip syariah. Sebagaimana disebutkan dalam butir 13
Pasal 1, memberikan batasan pengertian prinsip syariah sebagai aturan
perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Bank dan pihak lain untuk
penyimpanan dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan Syariah, antara lain, pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip penyertaan modal (musharakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan pemindahan kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak Bank oleh pihak lain (ijarah wa iqtina).
Perkembangan perbankan syariah di
Indonesia cukup pesat, hal ini terlihat dari data yang dipublikasikan
oleh Bank Indonesia. Pada Desember 2003 terdapat 3 Bank Umum Syariah
(BUS) dan 8 Unit Usaha Syariah (UUS) dengan total asset lebih dari 7,8
triliun rupiah. Kemudian pada Desember 2008 Unit Usaha Syariah
bertambah menjadi 26 UUS, dan awal januari 2009 bertambah menjadi 5
BUS, dimana dua bank melakukan spin off yaitu Bank BRI syariah dan Bank Bukopin Syariah.
Namun, dalam perkembangannya belakangan
bank syariah menghadapi beberapa tantangan yang mesti dihadapi dan
dituntut untuk dapat memberikan terobosan dalam rangka mengembangkan
potensi perbankan syariah, diantaranya tantangan bank syariah adalah:
1) Ketidakmengertian masyarakat pada umumnya tentang produk-produk unggulan perbankan syariah.
2) Kurang populernya produk-produk
pembiayaan yang secara teori dapat mendukung sektor ril, salah satunya
yang cukup berpotensi memberikan kontribusi pada sektor ril adalah
pembiayaan mudharabah di samping besarnya risiko yang harus dihadapi bank syariah dalam memberikan pembiayaan tersebut.
3) Rentannya bank syariah terhadap risiko likuiditas jika memberikan pembiayaan mudharabah.
4) Sumber daya manusia yang terbatas.
Dengan semakin ketatnya persaingan antar
bank syariah maupun dengan bank konvensional, membuat bank syariah
dituntut untuk memiliki kinerja yang baik agar dapat bersaing dalam
memperebutkan pasar perbankan nasional di Indonesia. Meski pertumbuhan
aset perbankan syariah mampu mencatatkan pertumbuhan yang cukup tinggi
yaitu 35,6% dari 2007 yang sebesar Rp 36,5 triliun. Namun dengan total
aset Rp 49,5 triliun pada 2008, pangsa pasar bank syariah baru mencapai
2,08% dari total asset perbankan konvensional. Pencapaian ini masih jauh
dari target yang ditetapkan Bank Indonesia (BI) sebesar 5% dari bank
konvensional.
- Sejarah Bank Syariah
Berbicara mengenai perbankan syariah
sebenarnya tidak lengkap tanpa mengurai bagaimana sejarah, tujuan
penerapan prinsip syariah, batasan-batasan prinsip syariah, jenis produk
pembiayaan syariah, ketentuan hukum, Dewan Pengawas Syariah dll. Namun
untuk mengawali rubrik syariah ini penulis tidak akan akan memaparkan
secara keseluruhan mengenai hal-hal tersebut di atas, namun lebih kepada
pokok permasalahan mengenai perbedaan yang mendasar antara prinsip
syariah dengan prinsip konvensional
Perbankan syariah pertama kali muncul di
Mesir tanpa menggunakan embel-embel islam, karena adanya kekhawatiran
rezim yang berkuasa saat itu akan melihatnya sebagai gerakan
fundamentalis. Pemimpin perintis usaha ini Ahmad El Najjar, mengambil
bentuk sebuah bank simpanan yang berbasis profit sharing (pembagian
laba) di kota Mit Ghamr pada tahun 1963. Eksperimen ini berlangsung
hingga tahun 1967, dan saat itu sudah berdiri 9 bank dengan konsep
serupa di Mesir. Bank-bank ini, yang tidak memungut maupun menerima
bunga, sebagian besar berinvestasi pada usaha-usaha perdagangan dan
industri secara langsung dalam bentuk partnership dan membagi keuntungan
yang didapat dengan para penabung.
Masih di negara yang sama, pada tahun
1971, Nasir Social bank didirikan dan mendeklarasikan diri sebagai bank
komersial bebas bunga. Walaupun dalam akta pendiriannya tidak disebutkan
rujukan kepada agama maupun syariat islam.
Islamic Development Bank (IDB) kemudian
berdiri pada tahun 1974 disponsori oleh negara-negara yang tergabung
dalam Organisasi Konferensi Islam walaupun utamanya bank tersebut adalah
bank antar pemerintah yang bertujuan untuk menyediakan dana untuk
proyek pembangunan di negara-negara anggotanya. IDB menyediakan jasa
finansial berbasis fee dan profit sharing untuk negara-negara tersebut
dan secara eksplisit menyatakan diri berdasar pada syariah islam.
Dibelahan negara lain pada kurun
1970-an, sejumlah bank berbasis islam kemudian muncul. Di Timur Tengah
antara lain berdiri Dubai Islamic Bank (1975), Faisal Islamic Bank of
Sudan (1977), Faisal Islamic Bank of Egypt (1977) serta Bahrain Islamic
Bank (1979). Di Asia Pasifik, Phillipine Amanah Bank didirikan tahun
1973 berdasarkan dekrit presiden, dan di Malaysia tahun 1983 berdiri
Muslim Pilgrims Savings Corporation yang bertujuan membantu mereka yang
ingin menabung untuk menunaikan ibadah (haji).
Di Indonesia pelopor perbankan syariah
adalah Bank Muamalat Indonesia Berdiri tahun 1991, bank ini diprakarsai
oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan pemerintah serta dukungan dari
Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan beberapa pengusaha
muslim. Bank ini sempat terimbas oleh krisis moneter pada akhir tahun
90-an sehingga ekuitasnya hanya tersisa sepertiga dari modal awal. IDB
kemudian memberikan suntikan dana kepada bank ini dan pada periode
1999-2002 dapat bangkit dan menghasilkan laba. Saat ini keberadaan bank
syariah di Indonesia telah di atur dalam Undang-undang yaitu UU No. 10
tahun 1998 tentang Perubahan UU No. 7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Ø Perkembangannya
Bank syariah di Indonesia terhitung
masih sangat muda, perkembangannya pun di Indonesia begitu lambat,
sebenarnya pembahasan tentang Bank Syariah sudah pernah dibahas pada
tahun 1980-an, namun realisasinya terjadi pada tahun 1992 yang dilakukan
oleh salah satu bank pemerintah, yaitu Bank Muamalat Indonesia, dengan
hukum yang jelas.
Hingga tahun 2007 terdapat 3 institusi
bank syariah di Indonesia yaitu Bank Muamalat Indonesia, Bank Syariah
Mandiri dan Bank Mega Syariah. Sementara itu bank umum yang telah
memiliki unit usaha syariah adalah 19 bank di antaranya merupakan bank
besar seperti Bank Negeri Indonesia (Persero) dan Bank Rakyat Indonesia
(Persero). System syariah juga telah digunakan oleh Bank Perkreditan
Rakyat, saat ini telah berkembang 104 BPR Syariah.
Dengan telah diberlakukannya
Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah yang terbit
tanggal 16 Juli 2008, maka perkembangan industry perbankan syariah
nasional semakin memiliki landasan hukum yang memadai dan akan mendorong
pertumbuhannya secara lebih cepat lagi. Dengan progres perkembangannya
yang impresif, yang mencapai rata-rata pertumbuhan asset lebih dari 65%
per tahun dalam lima tahun terakhir, maka diharapkan peran industri
perbankan syariah dalam mendukung perekonomian akan semakin signifikan
Prinsip syariah adalah aturan perjanjian
berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak lain untuk penyimpanan
dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan lainnya yang
sesuai dengan syariah.
Beberapa prinsip/ hukum yang dianut oleh sistem perbankan syariah antara lain :
- Pembayaran terhadap pinjaman dengan nilai yang berbeda dari nilai pinjaman dengan nilai ditentukan sebelumnya tidak diperbolehkan
- Pemberi dana harus turut berbagi keuntungan dan kerugian sebagai akibat hasil usaha institusi yang meminjam dana. Islam tidak memperbolehkan “menghasilkan uang dari uang”. Uang hanya merupakan media pertukaran dan bukan komoditas karena tidak memiliki nilai intrinsik.
- Unsur Gharar (ketidakpastian, spekulasi) tidak diperkenankan. Kedua belah pihak harus mengetahui dengan baik hasil yang akan mereka peroleh dari sebuah transaksi.
- Investasi hanya boleh diberikan pada usaha-usaha yang tidak diharamkan dalam islam. Usaha minuman keras misalnya tidak boleh didanai oleh perbankan syariah.
- Tidak menawarkan bunga tetapi bagi hasil dan yang ditetapkan terlebih dahulu adalah rasio (nisbah) antara bagian keuntungan yang didapat nasabah dan bagian keuntungan yang didapat oleh bank, misalnya 60:40 artinya 60 persen keuntungan bagi nasabah dan 40 persen keuntungan bagi bank. Karena itu bagian keuntungan yang diterima nasabah tergantung dari keuntungan yang didapat oleh bank.
- Besarnya keuntungan yang diterima oleh nasabah akan meningkat apabila keuntungan bank sedang baik dan begitu juga sebaliknya.
Sesuai dengan prinsip di atas, menyimpan
uang di bank syariah termasuk kategori investasi. Besar-kecilnya
perolehan kembalian itu tergantung pada hasil usaha yang benar-benar
terjadi dan dilakukan bank sebagai pengelola dana. Dengan demikian, bank
syariah tidak dapat hanya sekadar menyalurkan uang. Bank syariah harus
terus-menerus berusaha meningkatkan return on investment sehingga lebih
menarik dan lebih memberikan kepercayaan bagi pemilik dana.
- Beda Bank Syariah dan Konvensional
Sebelum membicarakan beberapa perbedaan
sistem bank Islam dengan sistem bank konvensional, perlu diberikan suatu
penjelasan perbedaan antara bagi hasil dan pemberian bunga dalam bidang
perniagaan, khususnya dalam operasional bank. Banyak orang yang
menganggap bahwa bagi hasil tidak ada bedanya dengan pemberian /
pengambilan bunga, untuk dapat memahami perbedaan yang sangat mendasar
tersebut terlebih dahulu harus dipahami hal-hal sebagai berikut:
- Dasar perniagaan adalah untuk mencari keuntungan karena itu setiap pemilik modal mengharapkan setiap uang yang dikeluarkan akan mendapatkan keuntungan, ini sesuai dengan kaedah fiqh, yaitu : pembayaran/pembiayaan dibalas dengan ganjaran. Karena itu Islam menggalakkan umatnya untuk berdagang.
- Dalam pandangan Islam, uang yang disimpan tanpa digunakan tidak akan bertambah, justru jumlahnya semakin menurun dari tahun ke tahun, karena ia wajib membayar zakat sebanyak 2,5% pertahun hingga sampai dibawah nisab (batas minimal jumlah harta yang wajib dikeluarkan). Karena itu Islam mengakui konsep bunga yang diperoleh seseorang jika menyimpan uangnya di bank misalnya dan dianggap riba, kecuali jika bank itu diberikan kekuasaan untuk memakai uang tersebut. Lalu jika bank mendapat keuntungan, maka dibagi dengan orang tersebut berdasarkan berapa persen dari untung yang didapat, bukan berapa persen dari uang yang disimpan. Maka jumlah yang diterima dari bank itu dianggap sebagai untung.
- Islam tidak mengakui bunga dalam pembayaran hutang, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, yang artinya bahwa setiap hutang yang membawa keuntungan material bagi si pemberi hutang adalah riba.
- Tujuan Islam mengharamkan riba selain karena mengandung unsur penindasan, riba juga merupakan sistem yang hanya mengutamakan kepentingan individu saja tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat, padahal Islam lebih mengutamakan kepentingan masyarakat dari pada individu.
Secara singkat perbedaan antara bunga dengan bagi hasil dapat terlihat pada tabel berikut:
| No. | Bunga | Bagi Hasil |
| 1. | Penentuan bunga dibuat sewaktu perjanjian tanpa berdasarkan kepada untung/rugi. | Penentuan bagi hasil dibuat sewaktu perjanjian dengan berdasarkan kepada untung/rugi. |
| 2. | Jumlah persen bunga berdasarkan jumlah uang (modal) yang ada. | Jumlah nisbah bagi hasil berdasarkan jumlah keuntungan yang telah dicapai. |
| 3. | Pembayaran bunga tetap seperti perjanjian tanpa diambil pertimbangan apakah proyek yang dilaksanakan pihak kedua untung atau rugi. | Bagi hasil tergantung pada hasil proyek. Jika proyek tidak mendapat keuntungan atau mengalami kerugian, maka resikonya ditanggung kedua belah pihak. |
| 4. | Jumlah pembayaran bunga tidak meningkat walaupun jumlah keuntungan berlipat ganda. | Jumlah pemberian hasil keuntungan meningkat sesuai dengan peningkatan keuntungan yang didapat. |
| 5. | Pengambilan/pembayaran bunga adalah haram. | Penerimaan/pembagian keuntungan adalah halal |
Perbedaan pokok antara sistem bank
Konvensional dengan sistem bank Islam secara ringkas dapat dilihat dari 4
(empat) aspek seperti terlihat pada tabel berikut ini:
| No | Perbedaan Aspek | Bank Islam (Bank Syariah) | Bank Konvensional |
| 1 | Falsafah | Tidak berdasarkan atas bunga, spekulasi dan ketidakjelasan | Berdasarkan atas bunga |
| 2 | Operasional | – Dana masyarakat berupa titipan dan investasi yang baru akan mendapatkan hasil juka diusahakan terlebih dahulu |
– Penyaluran pada sektor usaha yang halal dan menguntungkan- Dana masyarakat berupa simpanan yang harus dibayar bunganya pada saat jatuh tempo
– Penyaluran pada sektor yang menguntungkan, aspek halal tidak menjadi pertimbangan utama3SosialDinyatakan secara eksplisit dan tegas yang tertuang dalam Visi dan Misi bankTidak tersirat secara tegas4OrganisasiHarus memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS).Tidak memiliki Dewan Pengawas Syariah.5FungsiBisnis dan SosialBisnis
Tabel di atas hanyalah sebagian kecil
konsep produk pembiayaan syariah yang berprinsip pada system bagi hasil,
masih banyak lagi produk pembiayaan yang berbasis jual beli (bai’),
sewa (ijarah), gadai (rahn) dll. Dan dari table tersebut hendaknya kita
dapat membaca dan memahami perbedaan yang sangat mendasar antara bunga
dan bagi hasil atau perbedaan prinsip antara bank syariah dan bank
konvensional. Namun tentu tidak menutup kemungkinan bahwa masih banyak
yang meragukan apakah prinsip syariah tersebut benar-benar dapat
dijalankan secara utuh, bukan karena kepentingan untuk menjaring pasar
semata tanpa memperhatikan kemaslahatan usaha yang dijalankan.
Bank Muamalat Indonesia (BMI) yang
berdiri pada tahun 1991 merupakan bank pertama di Indonesia yang murni
menerapkan prinsip-prinsip syariah, baik dari segi permodalan maupun
dari kegiatan usaha yang dijalankan. Kemudian setelah itu bermunculan
bank yang turut mengaplikasikan operasionalnya secara syariah,
diantaranya; Bank Syariah Mandiri, Bank Mega Syariah, Bank Niaga
Syariah, BRI Syariah, Bank Syariah IFI dll.
Saat ini belum semua bank syariah
merupakan bank yang murni berdiri sendiri tanpa keterkaitan dengan bank
induk atau bank konvensionalnya. Masih ada beberapa bank syariah yang
merupakan unit usaha dari bank konvensional, yang mana notabene
permodalan unit syariah tersebut pada dasarnya berasal dari bank
konvensional atau bank induknya, sehingga masih ada mata rantai yang
tidak terputus antara syariah dan konvensional. Selain itu, ada juga
bank yang melakukan konversi dari konvensional menjadi syariah, hal mana
patut dipertanyakan mengenai asset dan permodalan yang sebelumnya
berasal dari hasil usaha konvensional.
Fenomena ini tentu membuat gamang tidak sedikit muslim yang ingin
berinvestasi atau melakukan kegiatan usaha yang memerlukan layanan
perbankan. Namun kita juga tentu tidak ingin terus-menerus terjebak
dalam kegiatan riba dengan melakukan transaksi di bank konvensional yang
terus membelenggu masyarakat muslim di Indonesia khususnya. Bebas murni
dari riba mungkin tidak semudah yang kita bayangkan karena praktik
konvensional telah berjalan ratusan tahun lalu, sedangkan praktik
syariah di Indonesia belum genap dua dasa warsa. Paling tidak saat ini
kita harus berupaya meminimalisir penggunaan bank konvensional dan
beralih ke bank syariah agar iklim investasi syariah terus meningkat dan
praktik syariah dapat terus memasyarakat.
Selain untuk memenuhi keinginan umat
Islam untuk berhubungan dengan lembaga perbankan yang bebas bunga, bank
Islam tentu diharapkan dapat menghasilkan keuntungan dan keselarasan
dengan aspek moralitas Islam yang melandasi operasionalnya. Pendirian
Bank Islam juga mempunyai tujuan khusus, yang selaras dengan tujuan LDII
yang telah dijabarkan dalam rekomendasi Munas VI 2005 dan diperkuat
dengan Rakernas LDII 2007 tentang pengembangan ekonomi syariah di
Indonesia. Hal tersebut diantaranya:
- Menyediakan lembaga keuangan perbankan sebagai sarana meningkatkan kualitas kehidupan sosial ekonomi masyarakat muslim.
- Menggalang partisipasi masyarakat banyak dalam proses pembangunan terutama dalam bidang ekonomi syariah.
- Mengembangkan lembaga perbankan dan sistem perbankan yang sehat berdasarkan efisiensi dan partisipasi masyarakat dalam menggalakkan usaha-usaha ekonomi masyarakat dengan memperluas jaringan lembaga-lembaga keuangan syariah hingga ke daerah-daerah terpencil.
- Dewan Pengawas Syariah (DPS)
Selain beberapa perbedaan prinsip
operasional di atas, salah satu ciri yang membedakan antara bank Islam
dengan bank konvensional adalah keharusan adanya Dewan Pengawas Syariah
(DPS) pada Bank Islam. DPS bertugas mengawasi segala aktivitas bank agar
selalu sesuai dengan prinsip-prinsip syariah. Dengan kata lain DPS
bertanggung jawab atas produk dan jasa yang ditawarkan kepada masyarakat
agar sesuai dengan prinsip syariah; investasi atau proyek yang
ditangani oleh bank harus juga sesuai dengan prinsip syariah, dan tentu
saja bank itu harus di-manage sesuai dengan prinsip syariah.
Secara umum anggota pengawas syariah
tentulah harus merupakan orang yang memiliki otoritas di bidang syariah.
Mekanisme penentuan anggota Dewan Pengawas Syariah berbeda pada setiap
negara. Pada beberapa negara yang sudah mengatur secara sentral
keberadaan dan operasional bank Islam, seperti Malaysia, Mesir,
Jordania, Kuwait, Pakistan, Indonesia; mekanismenya telah diatur dalam
undang-undang atau peraturan negra. Filosofi dari mekanisme ini adalah
untuk menjaga independensi Dewan Pengawas Syariah.
Di Indonesia, otoritas masalah keagamaan
di bawah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Untuk mengantisipasi agar tidak
terjadi kebingungan di kalangan umat akibat banyak dan beragamnya DPS.
MUI sebagai payung dari lembaga dan organisasi keislaman di Indonesia
menganggap perlu dibentuknya suatu dewan syariah yang bersifat nasional
dan membawahi seluruh lembaga keuangan. Pada bulan Juli 1997 dalam acara
Lokakarya Reksadana Syariah dihasilkan rekomendasi pembentukan Dewan
Syariah Nasional (DSN). Lembaga ini didirikan pada tahun yang sama dan
merupakan badan otonom MUI yang diketuai secara eks-oficio oleh Ketua
MUI. Sedangkan untuk kegiatan sehari-hari DSN dilaksanakan oleh Badan
Pelaksana Harian DSN. Bagi perusahaan yang akan membuka bank Islam atau
lembaga keuangan syariah lainnya, mereka harus mengajukan rekomendasi
anggota DPS kepada DSN. Saat ini, Dewan Syariah Nasional di Ketuai oleh
KH. Ma’ruf Amin, salah satu Ketua MUI Pusat yang cukup produktif menulis
berbagai buku mengenai ekonomi syariah.
Berdasarkan laporan dari DPS pada masing-masing lembaga keuangan
syariah, DSN dapat memberikan teguran jika lembaga yang bersangkutan
menyimpang dari garis panduan yang telah ditetapkan. Jika lembaga yang
bersangkutan tidak mengindahkan teguran yang diberikan, DSN dapat
mengajukan rekomendasi kepada lembaga yang memiliki otoritas, seperti
Bank Indonesia dan Departemen Keuangan untuk memberikan sanksi.- Fatwa Haram Bunga Bank
- MUI Haramkan Bunga Bank Sudah Nomor 1 tahun 2004 tentang Bunga (INTERSAT/FA’IDAH)
MEMUTUSKAN : FATWA TENTANG BUNGA (INTERST/FA`IDAH):
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
Pertama : Pengertian Bunga (Interest) dan Riba
- Bunga (Interest/fa’idah) adalah tambahan yang dikenakan dalam transaksi pinjaman uang (al-qardh) yang di per-hitungkan dari pokok pinjaman tanpa mempertimbangkan pemanfaatan/hasil pokok tersebut,berdasarkan tempo waktu,diperhitungkan secara pasti di muka,dan pada umumnya berdasarkan persentase.
- Riba adalah tambahan (ziyadah) tanpa imbalan yang terjadi karena penagguhan dalam pembayaran yang di perjanjikan sebelumnya, dan inilah yang disebut Riba Nasi’ah.
Kedua : Hukum Bunga (interest)
- Praktek pembungaan uang saat ini telah memenuhi kriteria riba yang terjadi pada jaman Rasulullah SAW, Ya ini Riba Nasi’ah. Dengan demikian, praktek pembungaan uang ini termasuk salah satu bentuk Riba, dan Riba Haram Hukumnya.
- Praktek Penggunaan tersebut hukumnya adalah haram,baik di lakukan oleh Bank, Asuransi,Pasar Modal, Pegadian, Koperasi, Dan Lembaga Keuangan lainnya maupun dilakukan oleh individu.
Ketiga : Bermu’amallah dengan lembaga keuangan konvensional
- Untuk wilayah yang sudah ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah dan mudah di jangkau,tidak di bolehkan melakukan transaksi yang di dasarkan kepada perhitungan bunga.
- Untuk wilayah yang belum ada kantor/jaringan lembaga keuangan Syari’ah,diperbolehkan melakukan kegiatan transaksi di lembaga keuangan konvensional berdasarkan prinsip dharurat/hajat.
Jakarta, 05 Djulhijah 1424H
24 Januari 2004 M
24 Januari 2004 M
- Hasil rapat komisi VI dalam Musyawarah Nasional (Munas) ke-27 Tarjih dan Tajdid Muhammadiyah di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) menetapkan, bunga perbankan termasuk riba sehingga diharamkan tahun 2010
Sumber penulisan:
- Dr. Syafiie Antonio, Bank Syariah dari Teori ke Praktik.
- Dr. Ir. H. M. Amin Azis, Mengembangkan Bank Islam di Indonesia.
- Artikel Khusus, “Bank Menurut Konsep Syariah Islam”, Majalah Mimbar Ulama, MUI.
- Tim Pengembangan Perbankan Syariah Institut Bankir Indonesia.
- Fatwa MUI
- http://ekonomi-islam.com/bank-syariah-dan-konvensional-apa-beda/